Vol 44, No 118 (2009)

Jurnal Majalah Ilmiah Sultan Agung, Juni - Agustus 2009

Dalam sistem peradilan pidana, pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan memegang peranan yang penting karena merupakan bagian yang paling menentukan dalam penjatuhan sanksi pidana atas perbuatan bersalah atau tidak terhadap seorang terdakwa. Sistem pembuktian terbalik merupakan sistem yang meletakkan beban pembuktian pada terdakwa, dan proses pembuktian ini hanya berlaku saat pemeriksaan di sidang pengadilan dengan dimungkinkannya dilakukan pemeriksaan tambahan (khusus) jika dalam pemeriksaan di persidangan ditemukan harta benda milik terdakwa yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi namun hal tersebut belum didakwakan. Bahkan jika putusan pengadilan telah memeroleh kekuatan hukum tetap, tetapi diketahui masih terdapat harta benda milik terpidana yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi, maka negara dapat melakukan gugatan perdata terhadap terpidana atau ahli warisnya. Dalam sistem pembuktian terbalik tindak pidana korupsi ini, seorang terdakwa wajib membuktikan kekayaan yang dimilikinya adalah bukan dari hasil korupsi. Jika terdakwa dapat membuktikan bahwa kekayaannya diperoleh bukan dari korupsi dan hakim berdasarkan bukti-bukti yang ada membenarkannya, maka terdakwa wajib dibebaskan dari segala dakwaan. Jika yang terjadi sebaliknya, maka terdakwa terbukti bersalah dan dijatuhi pidana.

Table of Contents

Articles

- Chodidjah
1-14
Ahmad Rohani HM
PDF
15-22
Moch. Agus Suprijono
PDF
23-38
Jawade Hafidz
PDF
39-64
Ratnawati Hendari
PDF
65-78
Dedi Rusdi, Angga Avianto
PDF
79-93
- Suparmi, Achmad Sahri
PDF
95-116
Ghofar Shidiq
PDF
117-130
Purwito Soegeng
PDF
131-160