PENILAIAN RISIKO (RISK ASSESSMENT) PENGOPERASIAN PESAWAT UDARA APUNG (SEAPLANE) DI BANDAR UDARA PERAIRAN (Studi Kasus : Waterbase Benete – Nusa Tenggara Barat)

Rizqi Wahyu Hidayat, Bambang Triadmojo, Suryo Hapsoro Tri Utomo

Abstract


Perkembangan bandar udara perairan di Indonesia saat ini tidak sebanyak bandar udara konvensional yang terdapat di daratan. Faktor risiko tinggi dalam pengoperasian bandar udara perairan dan pesawat udara apung yang menyebabkan bandar udara perairan belum dapat berkembang sebanyak bandar udara konvensional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi risiko dan memberikan rencana mitigasi risiko yang berpengaruh terhadap tingkat keselamatan dan keamanan operasi penerbangan pesawat udara apung (Seaplane) dan bandar udara perairan .Bandar udara perairan ini terletak di Kecamatan Maluk – Kab. Sumbawa Barat – Prov. Nusa Tenggara Barat. Analisis penilaian risiko menggunakan metode Failure Mode Effect Analysis (FMEA). Metode ini dilakukan dengan cara brainstorming dan Focus Discussion Group (FGD) sehingga dapat diketahui derajat keparahan (Severity), kemungkinan kejadian (Occurrence), dan pendeteksian (Detection) sebuah risiko. Proses pengoperasian pesawat udara apung (Seaplane) dan bandar udara perairan mempunyai faktor risiko sebanyak 41(Empat Puluh Satu). Berdasarkan analisis yang telah dilaksanakan didapatkan nilai prioritas risiko RPN  tertinggi sebesar 324 dengan faktor risiko terjadinya tabrakan pesawat udara apung (Seaplane) dengan paragliding/paralayang. Metode AHP digunakan untuk memilih prioritas mitigasi risiko yang akan digunakan dengan kriteria keuntungan (Benefit), pengeluaran (Cost), kesempatan (Opportunity), dan risiko (Risk). Dari hasil perhitungan metode AHP ini didapati prioritas mitigasi risiko tabrakan pesawat udara apung (Seaplane) dengan paragliding berturut-turut adalah Pihak Bandar Udara Perairan dan Operator Paragliding membuat LOCA terkait aktivitas paragliding (0,389),melakukan sosialisasi terkait bahaya aktivitas paragliding (0,368), merelokasi daerah operasi aktivitas paragliding(0,243)

Kata kunci : 


Keywords


AHP, Benete, Bandar Udara Perairan ,FMEA ,Pesawat Udara Apung

Full Text:

PDF

References


Bambang Triatmodjo. (2010). Perencanaan Pelabuhan (Vol. 1). Beta Offsite.

Carro, A., Chacartegui, R., Tejada, C., Gravanis, G., Eusha, M., Spyridon, V., Simira, P., & Ortiz, C. (2021). Fmea and risks assessment for thermochemical energy storage systems based on carbonates. Energies, 14(19). doi: 10.3390/en14196013

Gobbi, G., Smrcek, L., Galbraith, R., Harbour, B. L., Malta, A., & Sträter, B. (n.d.). Future Seaplane Transport System-SWOT FUSETRA-Future Seaplane Traffic Report on current strength and weaknesses of existing seaplane/ amphibian transport system as well as future opportunities including workshop analysis Project Title: FUture SEaplane TRAffic (FUSETRA). Retrieved from www.FUSETRA.eu

Gurning, R. O. S., & Budiyanto, E. H. (2007). Manajemen Bisnis Pelabuhan (1st ed.). Jakarta: APE Publishing.

Huda Syed. (2009). Amphibian Aircraft Concept Design Study. Dept of Aerospace Engineering, University of Glasgow.

Xiao, Q., Luo, F., & Li, Y. (2020). Risk assessment of seaplane operation safety using Bayesian network. Symmetry, 12(6). doi: 10.3390/SYM12060888




DOI: http://dx.doi.org/10.30659/pondasi.v27i2.23396

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Redaksi Pondasi PUSAT STUDI DAN KONSULTASI TEKNIK Print ISSN : 0853-814X E ISSN : 2714-7622 Gedung Fakultas Teknik lantai II Universitas Islam Sultan Agung Semarang Jl.Raya Kaligawe KM 4 PO.BOX 1235 jurnalpondasiunissula@gmail.com jurnalpondasi@unissula.ac.id Semarang 50012