TINJAUAN YURIDIS PERAN DOKTER AHLI PENYAKIT JIWA DALAM PEMBUKTIAN PERKARA PIDANA DI SIDANG PENGADILAN (Studi Putusan Pengadilan Nomor 182/Pid.B/2015/PN.Dmk)

Santi Wulandari, Sugiharto .

Abstract


Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang dan barang siapa yang melanggarnya diancam dengan sanksi pidana. Seseorang dapat dijatuhi pidana apabila orang tersebut terbukti mampu bertanggungjawab. Apabila perbuatan pidana dilakukan oleh orang yang diduga atau memiliki gangguan jiwa, maka akan sulit menentukan apakah orang tersebut mampu bertanggungjawab atau tidak. Adanya keterbatasan hakim dalam pemahamannya tentang masalah kejiwaan, sehingga dalam persidangan diperlukan adanya bukti yang dapat menunjukkan kondisi kejiwaan terdakwa. Bukti tersebut dapat berasal dari keterangan seorang ahli, yaitu dokter ahli penyakit jiwa yang memiliki pengetahuan tentang kejiwaan manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dokter ahli penyakit jiwa dalam pembuktian perkara pidana, serta untuk mengetahui prosedur pemberian keterangan oleh dokter ahli penyakit jiwa dalam pembuktian perkara pidana. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu proses penelitian untuk meneliti dan mengkaji tentang hukum sebagai norma, aturan, asas hukum, prinsip hukum, dan kepustakaan lainnya untuk menjawab permasalahan hukum yang diteliti. Sumber data penelitian berupa data sekunder yang diperoleh dengan cara mempelajari peraturan yang berlaku, buku-buku dan jurnal-jurnal hukum. Semua sumber data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode analisis data kualitif, yaitu analisis data yang dilakukan dengan cara memberikan gambaran-gambaran dengan kata-kata atas temuan-temuan yang telah diperoleh selama proses penelitian. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa peran dokter ahli penyakit jiwa dalam pembuktian perkara pidana adalah sebagai ahli yang diminta keterangannya untuk membuat terang suatu perkara pidana. Keterangan dari dokter ahli penyakit jiwa tersebut dapat digunakan sebagai salah satu alat bukti, yaitu alat bukti keterangan ahli. Selain itu, diketahui pula bahwa prosedur yang harus dipenuhi agar suatu keterangan dokter ahli penyakiit jiwa dapat menjadi alat bukti yang sah menurut undang-undang adalah keterangan tersebut harus berbentuk keterangan lisan yang diberikan secara langsung dalam pemeriksaan di sidang pengadilan, serta dokter ahli penyakit jiwa yang hendak memberikan keterangannya, terlebih dahulu harus mengucapkan sumpah atau janji di dalam persidangan.

Full Text:

PDF

References


Asmawarti, T. (2013). Hukum dan Psikiatri. Yogyakarta: Deepublish.

Hamzah, A. (2016). Hukum Acara Pidana di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Harahap, M. Y. (2002). Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.

Huda, C. (2006). Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta: Kencana.

Ibrahim, J. (2005). Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia publishing.

Imron, A., & Iqbal, M. (2019). Hukum Pembuktian. Tangerang: Umpam Press.

Kabanga, C. (2015). Keterangan Saksi Ahli Kedokteran Jiwa dalam Pembuktian Peradilan Pidana. Lex Crimen, 139.

Moeljadno. (2015). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Muhaimin. (2020). Metode Penelitian Hukum. Mataram: Mataram University Press.

Poernomo, B. (1983). Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Saleh, R. (1983). Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana: Dua Pengertian Dasar dalam Hukum Pidana. Bandung: Tarsito.

Soewadi, H. (2012). Psikiatri Forensik. Yogyakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada.

Sompotan, S. (2015). Keterangan Ahli dan Pengaruhnya terhadap Putusan Hakim. Lex Crimen, 7.

Sudarto. (2018). Hukum Pidana I. Semarang: Yayasan Sudarto.


Refbacks

  • There are currently no refbacks.